[cerpen] dan undangan itu pun datang

Sesuai janji yang pernah dibuat, ini adalah salah satu karya nurul saat SMA, bahasanya masih sedikit kacau dan ngga beraturan, maklum penulis pemula. Semoga ada yang berminat membacanya dan memberikan komentar.

Cerpen ini dibuat pada tahun 2006 dan merupakan kisah nyata yang nurul sendiri alami, selamat membaca..
________

http://onlytheblogknowsbrooklyn.com/wp-content/uploads/2010/03/envelope-300x300.jpg




“Assalamualaikum.” Salam Apa (ayah, pen). Aku menjawabnya tanpa mengalihkan pandanganku pada TV yang menayangkan acara favoritku. Aku  merasa tidak ada yang aneh ketika dating Apa langsung menanyakan keberadaan Ummi. Apa langsung menemui Ummi dan mengobrol di kamar. Aku diam saja tidak mengerti. Namun itu hanya awal ketika  aku mulai merasakan adanya keganjilan dari percakapan itu. Aku mendengar suara tangis Ummi yang samar. Segera aku bangkit meninggalkan semua aktivitas menontonku.
            Aku masuk dan kulihat Ummi menangis di kamar, Apa ada disana menyertai. Aku semakin tidak mengerti.
            “Ada apa, Ummi?” tanyaku penasaran. Tak sedikitpun terseirat di benakku bahwa Apa yang menyakiti Ummi. Mataku mulai berkaca-kaca, maklum aku adalah seorang wanita yang tidak tahan untuk ikut menangis ketika melihat seseorang menangis apalagi ini adalah Ummi yang aku sangat sayangi.
            Ummi belum berniat untuk menceritakan sesuatu padaku, aku berdiam saja, menunggu Ummi tenang dulu. Cukup lama aku menunggu.
            “ini bukan tangis sedih.” Ucap Ummiku dengan suara serak dan masih sedikit terisak.
            Aku semakin tak mengerti. Apa tersenyum penuh arti dan meninggalkan kami berdua.
            “apa itu, Ummi?” aku semakin penasaran.
            “Apa baru dapat kabar, insya Allah, Apa ama Ummi bakal ada yang menghajikan.”
            Aku terhenyak tak percaya. “benar itu, Ummi!”
            “baru kabar tapi Ummi udah seneng banget!” jawab ummiku dengan mata yang terus mengeluarkan air.
            Kuucapkan hamdalah berkali-kali. Semua ini pantas untuk Apa dan Ummiku, bagiku mereka adalah orang tua yang tiada duanya. Ummi yang sejak pertama menempati rumah ini sudah mengbdikan dirinya untuk masyarakat, Ummi mengajar ngaji ibu-ibu dan anak-anak  yang benar-benar berniat belajar tanpa mengharapkan uang sepeser pun. Apa seorang ayah berwibawa yang memiliki sifat optimis, Apa bahkan rela kehilangan kesempatan menjadi pegawai negeri hanya karena takut mengucap sumpah karena Allah yang memiliki banyak konsekuensi. Sosok mereka bagiku adalah sebagai contoh terbaik, mereka bukan orang materialis yang sibuk mengurusi uang tanpa peduli sesama.
            Esoknya ketika aku pulang sekolah, kutemukan wajah sumringah Ummi.
            “ada berita apa lagi nih, Mi? tanyaku sambil mencium tangannya.
            Ummi hanya tersenyum sambil menyodorkan buku tabungan kehadapanku. Aku melihat nominal uang yang tertera pada tabungan itu. 60.000.000. mataku terbelalak kaget, ketika aku melihat wajah Ummi, lagi-lagi Ummi menangis, yah Ummi…
            “kalo langsung dapat uangnya mungkin bakal ragu-ragu buat gunain ibadah.” Ujar Ummi memulai pembicaraan.
            “iya lah, Mi! liat nominalnya aja, subhanallah kapan lagi coba punya uang sebanyak itu. Sebenernya siapa sih yang mau ngehajiin, Mi?”
            “wallahua’lam, beliau tidak mau mengatakan namanya yang jelas saudaranya yang jadi perantara kenal Apa.”
            Aku mengangguk-angguk saja. Waktu cepat berlalu, undangan Allah kepada ummatNya untuk betrtamu ke Makkah, benar-benar terbukti, proses pendaftaran Ummi dan Apa juga sangat cepat. Walau di kota besar sekaliber Bandung yang biasanya jika daftar tahun ini, berangkat hajinya bisa dua atau tiga tahun lagi. Namun proses Ummi sangat cepat, tahun itu Ummi daftar tahun itu juga Ummi berangkat bersama Apa.
            Perpisahan memang kadang pahit, walau perpisahan ini hanya sementara. Sejak dari rumah sampai tempat bus jamaah haji, aku tak henti menangis. Entahlah Ummi sudah banyak berbicara malam sebelum keberangkatan, seakan Ummi sudah memasrahkan hidupnya jika ia tidak kembali.
            “Pa, jagain Ummi. Pokoknya Ummi harus pulang lagi.” Kataku pada Apa.
            “insya Allah, percaya aja Ummi dan Apa pasti pulang dengan selamat.”
            Tangan merekapun aku lepas ketika mereka sudah harus berkumpul dengan rombongan yang lain. Dalam perjalanan pulang aku tetap menangis. Terngiang kembali kata-kata Ummi malam tadi, “kalo Ummi gak pulang, jangan lupa ada sedikit uang di lemari pake dulu aja. Jangan lupa harus baik ama teteh dan Aa jangan bertengkar, saling mengalah, makan teratur jangan tidur terlalu malam.”
            Aku harus meridhokan semuanya, aku akan berusaha terus untuk berdoa untuk kesehatan dan keselamatan Ummi dan Apa. Akan aku tunggu terus kepulangan mereka..

Dari memori tahun 2006










No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...