[CERPEN] Surya part1




                “bang…. Bang!”
             Surya tersadar dari lamunannya saat
sang adik, indra menepuk bahunya dengan cukup keras. “kenapa, ndra?”
                “abang nih bukan contoh abang yang baik, masa pagi-pagi gini udah ngelamun aja.”
                Surya tersenyum mendengar perkataan adik semata wayangnya itu.
                “ngelamunin apa sih, bang? Jangan-jangan yang ga bener lagi.” Goda Indra cengengesan.
                “hush, ada-ada aja nih.” Jawab Surya ditemani dengan senyum yang sedikit pahit kali ini.
                “kalo abang mikirin sekolah Indra, ga usah dipikirin, bang. Indra mutusin untuk kerja dulu setelah lulus SMA. Sekitar satu sampai dua tahun, baru setelah itu insyaAllah kalo biayanya cukup, Indra bakal nyari universitas untuk kuliah. Jangan terlalu dipikirin ya, bang.”
                Surya mengangguk ada guratan sedih di mukanya. Namun ia merasa bangga karena adiknya berusaha untuk meringankan beban nya. Surya lalu membelai kepala adiknya itu. “abang bangga sama kamu, ndra.”
                “indra gitu, siapa dulu abangnya.” Jawab Indra dengan senyum cengengesannya.
                Kehidupan tidak berjalan mudah, sejak ayah mereka meninggal dunia, tidak banyak yang bias dilakukan sepasang kakak beradik itu. Ibu mereka meninggal sudah lama sekali ketika itu saat melahirkan Indra, sedangkan sang ayah yang hanya seorang buruh bangunan pun harus meninggal karena kecelakaan di tempat kerja, tidak ada yang berbeda, tidak ada yang bertanggungjwab atas insiden kecelakaan itu. Uang tiga juta rupiah yang diberikan sang mandor atas ungkapan bela sungkawa atau atas perasaan bersalah, tidak bias membuat mereka hidup dengan kecukupan, ya, apalah arti tiga juta rupiah, sehemat-hematnya Surya mengeluarkan uang itu, dalam 3 bulan uang itu pun habis tak bersisa. Kini Surya membantu para tetangga saat panen tiba, tidak banyak yang bias ia dapat, tapi setidaknya sepuluh kilo beras pasti ia bawa untuk menjamin bahwa adiknya tidak kelaparan.

@            @            @

Seminggu yang lalu, Surya bertemu dengan seorang pria saat ia tengah mengangkut hasil panen ke sebuah truk. Pria itu awalnya hanya bertanya-tanya tentang kemana beras itu akan diangkut, berapa rata-rata hasil panen, dan akhirnya perbincangan mereka membawa Surya ke warteg terdekat saat sang pria mengajaknya makan bersama.
“Nama gua, Tony. Lu?”
“Surya, bang.” Jawab Surya.
Pria yang bernama Tony itu memperhatikan sejenak Surya dari ujung sandal jepitnya sampai kepalanya yang ditutupi topi. “lu punya badan bagus, berapa karung beras lu bias angkat?”
“sekali angkut tiga karung, kalo masih pagi bias empat karung.” Pria itu manggut-manggut mendengar jawaban Surya.
“Lu mau ga ikut gua ke kota?”
“buat apa, bang?”
“kerja lah, masa buat jadi pajangan.”
Surya bingung dan masih tak paham, “gua ngerti banget, lu disini jadi kuli ngangkut hasil panen paling dapat berapa, kalo lu ikut gua, gua jamin penghasilan lu bias 10 kali lipat dari hasil lu angkut-angkut ga jelas gitu. Kerjaannya juga ringan, berkeringat sebentar doang.”
“kerjanya apa, bang?” Tanya Surya setelah tahu arah pembicaraan mereka.
“jadi supir atau kernet bus. Mau?”
Surya terdiam, dalam hati ia merasa tawaran bang Tony bukan tawaran yang buruk tapi disisi lain ia tidak tega meninggalkan adiknya, Indra.
“Ga usah lu jawab sekarang, gua seminggu ini masih ada di desa soalnya ada keperluan. Kalo lu setuju, lu, gua tunggu di stasiun kereta, kita ke Jakarta bareng. Ingat seminggu lagi ya, jam 10.” Setelah berkata seperti itu Tony pun pergi sambil sebelumnya membayar tagihan makan mereka.

@            @            @

Sampai lah seminggu semenjak perjanjian itu. Dan Surya belum sama sekali memberitahu kepada Indra tentang rencana kepergiannya itu.
“ndra.”
“kenapa, bang?”
“seminggu yang lalu ada yang nawarin pekerjaan ke abang.”
“wah bagus tuh, bang.”
“tapi di Jakarta.”
Indra terdiam, Surya menunggu reaksi adiknya.
“jadi apa, bang?”
“katanya sih kalo ga jadi supir jadi kernet bus.”
“kalo abang mau pergi ga papa, bang.”
“abang janji, bakal ngirimin uang tiap bulan ke rekenng mu, ndra. Kamu ga apa-apa sendirian?”
Indra tersenyum, “ga papa lah, bang. Indra udah gede juga. Abang ga usah khawatir, pa Mujab tetangga kita juga baik. Abang bias ngabarin keadaan abang ke pa Mujab lewat telepon.”
Surya terharu mendengar jawaban indra, tak terasa matanya berkaca-kaca.
Indra juga menangis, “abang sering kabarin ya.”
Itulah percakan terakhir Surya dan Indra dan kini Surya sudah ada di stasiun tempat bang Tony pernah janji bertemu dengannya.

@            @            @

“bukan ini yang saya mau, bang.”
PLAk, sebuah tamparan mendarat di pipi Surya. Surya meringis kesakitan. Pipinya memerah.

________________________________
Cerpen ini adalah cerpen terberu yang sedang dibuat dan belum rampung, semoga ada yang berkenan membaca dan memberikan saran dan kritik. Mohon maaf atas kesalahan dan kejelekan tulisan yang dibuat. :)

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...