Memori dua tahun yang lalu di bulan April.
Namaku Nurul, aku kuliah di salah satu universitas negeri di Bandung. Aku adalah anak ke lima dari lima bersaudara, sehingga di rumah aku biasa di panggil ayi yang artinya "adek". Tidak ada yang istimewa dari kehidupanku sehari-hari, pulang pergi kuliah, mengerjakan tugas, dan di akhir pekan kadang ada kegiatan organisasi atau jika tidak ada aku biasanya menghabiskan waktu dengan keluargaku di rumah. Bisa di bilang kehidupan keluarga ku sangat ramai dan menyenangkan, kita terbiasa bercanda gurau, saling mengeluarkan keluh kesah, saling membantu mencari solusi jika ada masalah. Bisa dibilang aku sangat bersyukur dengan keadaanku yang sekarang. Ayahku, yang biasa kami sebagai anaknya memanggil Apa adalah seorang ayah yang tegas tapi penuh canda. Aku belajar banyak darinya. Bisa dibilang aku dan ke empat kakakku di bimbing secara islami oleh Apa dan Ummi karena Apa adalah seorang ustadz dan Ummi seorang guru ngaji.
Kegiatanku di kampus agak lengang waktu itu, karena aku sedang menyusun tugas akhir dan baru saja melalui sidang UP. Hari itu setelah sempat melirik revisi dari sidang, kakakku mengajak aku untuk ikut berenang untuk ikut menemani anaknya. Aku pun menyanggupi karena sedang tidak dikejar deadline dan aku pikir sudah lama tidak menenggelamkan diri di air. Aku pun mengajak ummi jadilah kita ber enam berangkat, ummi, aku, kakakku, kakak iparku, dan kedua keponakanku. Di kolam renang tidak banyak yang aku lakukan karena kolam umum aku hanya menarik pelampung keponakanku sambil bermain air. Lumayan rasanya bercanda gurau dengan kedua keponakanku yang masih dibawah dua tahun. Setelah sekitar satu jam kita pun berganti pakaian. Kami memutuskan untuk makan, pada saat keluar dari wahana kolam, ummi dan kakak-kakakku berjalan di depan, saat ummi mengajakku untuk bersama aku menolak, dan memilih untuk duduk di bangku untuk memakai sepatu dan kemudian berniat menyusul. Saat aku selesai mengenakan sepatu dan hedak menyusul dengan terburu-buru tanpa melihat ada turunan di depanku, aku terjatuh. Tidak banyak yang ku ingat, tiba-tiba aku sudah dalam keadaan berbaring. Satu-satunya yang kuingat adalah sinar matahari yang mengenai mataku dan perasaan akan masa depanku yang seakan suram karena aku merasakan ada yang aneh dengan posisi tulangku.
Ummi dengan tergopoh-gopoh menghampiriku, aku diangkat menuju bangku dengan keadaan lemas. Saat petugas datang dan melihat keadaanku, kami tahu bahwa posisi tulang tangan kiriku telah bergeser dan terlepas, saat aku mengaduh bahwa aku juga merasa ada yang aneh dengan lutut kananku, petugas pun memeriksa tapi sama sekali tidak ada yang aneh dilihat dengan kasat mata tapi aku merasa ada yang aneh karena lututku terasa sangat sakit sekali. Ummi lalu meminta aku di tolong dan diantar ke rumah sakit. Petugas yang ada disana menyarankan untuk tidak usah pergi ke rumah sakit tapi kebengkel tulang saja karena tampakya hanya engsel sikut kiriku yang terlepas. Ummi menerima sarannya dengan setengah bingung dan akhirya aku pun pergi menuju bengkel tulang setelah kakakku yang laki-laki datang setelah mendengar kabarku.
Dalam sebuah ruangan yang sempit, seorang ahli urut pun melaksanakan tugasnya. Kakak laki-laki ku keluar karena tidak tega, hanya ada ummi disampingku. Aku menjerit sejadi-jadinya karena sangat sakitnya proses urut itu. Setelah di urut posisi tanganku pun diluruskan dan disangga dengan kayu, sedangkan lututku juga di urut dan hanya di perban.
No comments:
Post a Comment