[CERPEN] Surya Part 2



“bukan ini yang saya mau, bang.”
PLAk, sebuah tamparan mendarat di pipi Surya. Surya meringis kesakitan. Pipinya memerah.

“terus lu mau kerja apa? Lu kira gampang nyari duit di kota besar?”
“tapi waktu itu abang janjiin saya kerja jadi sopir atau kernet.”
Protes Surya ditanggapi dengan cengiran Tony disertai tawa terbahak yang menakutkan, setidaknya itu sangat menakutkan di telinga Surya. Tony lalu memberi arahan pada anak buahnya dan tak lama kemudian dua orang telah memegangi Surya dan satu orang lagi sibuk memukuli tubuh Surya.
“Lu pilih aja jadi gembel di kota ini atau nurutin apa yang gua mau.”
Surya tak menjawab hanya ringisan yang keluar dari bibirnya.
“saya mau pulang saja, bang.” Susah payah Surya mengucapkan kalimat tersebut, darah segar mengucur dari ujung bibirnya. Tony menjambak rambut Surya dan memaksanya untuk bertatapan dengan Tony. “he, lu kira gua bawa lu kesini ga pake duit. Lu boleh pulang tapi setidaknya beroperasi sepuluh kali. Ngerti!”
Surya tidak mampu lagi menjawab karena anak buah Tony sudah memukuli tubuhnya lagi.

@            @            @

Disinilah Surya kini, disebuah bus kota yang padat, berjejal dengan yang lain, mencari celah agar ia bias mengambil sesuatu yang berharga, Hp, uang atau bahkan perhiasan. Inilah dirinya kini, seorang copet.
“kiri,” teriak surya. Ia merapatkan jaket ke tubuhnya dan menarik topi untuk menutupi wajahnya. Sebelum bus benar-benar berhenti, Surya sudah melompat dan berlari sekencang yang dia bias. Di sebuah warteg yang gelap, Surya berusaha mengatur nafasnya yang terengah, dengan bergetar ia keluarkan sesuatu dari jaketnya, sebuah dompet yang baru saja dia ambil dari seseorang di bus tadi. Surya melirik isi dari dompet itu, setumpuk uang kertas berwarna merah berada disana. Surya semakin bergetar, hatinya merasa bersalah dan air mata pun mengalir dari matanya. “astagfirullah.” Gumamnya sembari tetap menangis.
“bang.” Surya menyodorkan dompet hasil curiannya pada Bang Tony, Tony menyeringai melihat isi dari dompet itu, setelah mengeluarkan isinya, tanpa merasa berdosa Tony melemparkannya ke perapian yang menyala.
“bang, saya mau pulang. Bukannya isi dari dompet itu cukup untuk mengganti biaya perjalanan dan biaya hidup saya selama disini.”
Bang Tony melirik Surya dengan tatapan tak suka. “Gua bilang apa kemaren? Sepuluh kali, lu ngerti ga apa artinya sepuluh kali.” Bang Tony lalu menyambar Koran yang ada dimejanya dan memukulkan ke kepala Surya berulang kali. Surya menunduk, tangannya mengepal ingin rasanya ia melawan.
“berani lu macam-macam sama gua, adik lu gua patahin kakinya.”
Surya kembali menunduk dan ia pun memasrahkan dirinya dipukuli lagi.

@            @            @

Surya semakin ahli dalam hal mencopet di bus, kereta, ataupun dipasar, kini tangannya lihai untuk mencari kesempatan dan mengambil saat target lengah. Ia pun merasa tidak lagi merasa bersalah seperti saat pertama kali mencopet. Tapi ketika ia teringat Indra,adiknya.Ia merasa bersalah apalagi jika Indra tahu, abangnya yang sangat dia sayangi kini telah berubah menjadi seorang pencopet.
“penuhi janji, abang.” Surya berkata penuh harap, dompet ke sepuluh ia serahkan pada Bang Tony. Tony seperti biasa hanya menyeringai.
“lu itu udah bias jadi ahli kalo lu tetep disini, lu bakal kaya setelah dompet ke sepuluh ini, selanjutnya dompet ke sebelas dan seterusnya isinya bakal jadi fifty-fifty, setelah dompet ke 50 lu cuman cukup bayar setoran ma gua, berapa kali pun lu beroperasi.
Surya terdiam, hati kecilnya yang telah berubah menjadi gamang.
“lu bias sekolahin adik lu, lu bias kirim uang tiap bulan biar adik lu hidup enak di desa. Gimana? Penawaran gua?”
Surya kembali terdiam. Bayangan percakapannya dengan Indra kembali terbayang, ia ingat adiknya mengizinkan  Surya ke Jakarta karena Indra tahu abangnya akan mendapat pekerjaan halal, bukan seperti yang ia lakukan sekarang.
“saya mau pulang, bang.” Surya kembali mengeluarkan suara.
Kini bang Tony yang terdiam, “lu tuh dungu banget ya. Tapi gua orangnya ga pernah ingkar janji. Lu boleh pergi, syaratnya kalo lu laporin gua ke polisi, lu tau kan yang bakal terjadi ma adik lu?”
“saya ngerti, Bang.”
Tony lalu menyuruh anak buahnya mengambil tas dan barang-barang Surya. Tas butut yang berisi beberapa helai pekaian itu dilemparkan . Surya menerimanya dan langsung pergi.

@            @            @

Disinilah Surya kini, disebuah bus antarkota yang penuh, tapi ia sekarang adalah penumpang. Surya berniat memejamkan matanya sekejap, saat matanya menangkap seorang ibu yang tengah duduk, tasnya terbuka dan ada amplop tebal disana. Sekejap Surya pun merasa ada kesempatan untuk mengambil amplop itu. Hati Surya berkecemuk, ia sama sekali tidak memiliki uang bahkan untuk bus saja ia sebenarnya masuk secara illegal, dan bagaimana ia harus menjelaskan pada Indra jika ia pulang tanpa membawa uang sepeserpun, harus kah ia mengaku jika abangnya yang sangat dibanggakan itu telah menjadi seorang copet di Jakarta.
Dengan mengendap, Surya mendekati tas berisi amplop itu. Bus yang penuh sesak itu memudahkan Surya untuk melancarkan aksinya. Ketika tangannya telah berhasil memegang amplop tersebut, Surya segera mendekati pintu keluar bus dan meminta sopir menghentikan busnya, Surya lalu loncat seperti biasa sebelum bus berhenti sempurna. Ia tahu tempat itu, dengan memakai dua kali angkutan umum, ia bias sampai di desanya. Surya melirik isi amplop tersebut, pelan-pelan Surya menghitungnya. Surya tersenyum saat tahu uang tersebut berjumlah lima juta.
‘ini jadi yang terakhir ya Allah, tidak akan ku ulangi lagi.’ Bisik hati Surya. Dengan uang itu, ia berencana akan membuka warung kecil di rumah kecilnya bersama Indra.
Langkah Surya ringan ketika ia hamper sampai di rumahnya, ia bias membayangkan senyum Indra jika ia tahu abangnya membawa uang. Surya tersenyum sendiri. Ia mempercepat langkah kaki nya.
Saat telah sampai dipekarangan dan hendak membuka pintu, orang yang didalam yang tidak lain adalah Indra telah membuka pintu terlebih dahulu, ia kaget mendapati abangnya ada di depan pintu, tapi wajah Indra memancarkan kecemasan.
                “abang udah pulang. Duduk dulu, bang. Ambil minum sendiri ya bang, Indra keluar sebentar.”
                Surya tidak sempat menanyakan mau kemana, karena Indra sudah menghambur keluar rumah. Mata surya mengikuti kemana tubuh Indra pergi, sampai Surya juga sempat melihat Indra tengah berbincang-bincang dengan seseorang yang dari perawakannya Surya kenal, tapi karena jarak yang cukup jauh Surya tidak bias mengenali siapa yang berbicara dengan Indra.
                Surya mulai tidak memperdulikan kemana Indra pergi, Surya lalu duduk di kursi kayu rumahnya, menghembuskan nafanya, meregangkan badannya yang pegal berjejal di bus tadi. Surya berdiri mengambil segelas air minum, ia lalu tersenyum memikirkan bagaimana menggunakan uang lima juta tersebut. Tak lama kemudian Indra kembali dengan raut muka yang sedih.
                “bang, Indra pergi dulu. Yoga temen Indra meninggal. Abang tau kan Yoga?”
                Surya mengangguk, “kenapa dia meninggal?”
                “Yoga sakit, bang. Udah lama. Katanya kanker. Hari ini harusnya dioperasi. Tapi telat bang, biaya operasinya hilang dicopet di bus kata ibunya.”
                Keringat dingin mulai membasahi wajah Surya, Surya menyambar segelas air yang sudah dibawanya tadi, “berapa uang yang hilang itu, ndra?” Tanya Surya dengan suara bergetar.
                “Lima juta, bang. Dicopetnya di bus dari Jakarta.”
                PRANG, gelas yang dipegang Surya terlepas dari pegangannya.
                “BANG, ABANG KENAPA?”

END

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...