Sarjana
Kondisi kesehatan yang menurut paska kecelakaan di tahun
2013 awal berhasil membuat Nurul putus asa, tidak jarang tangis menjadi teman
keseharian. Ketika gelar yang sudah didapat tidak bisa lagi menjadi modal untuk
perusahaan bonafit yang diidam-idamkan.
Ketika dokter di sebuah Rumah sakit menolak untuk operasi karena posisi tulang
yang sudah jauh dari posisi awal. Tangis kami pun pecah kala itu. Ummi yang
menemani tak kuasa menahan tangis saat mengetahui biaya yang luar biasa
besarnya, tapi bukan itu yang Ummi tangisi tapi bagaimana anak bungsunya yang
cerewet dan penuh tawa kini tidak bisa memiliki tangan yang normal. Perasaan
bersalah menyergap. Bayang masa depan yang semula cerah menjadi gelap gulita.
Nurul pun berusaha menerima kenyataan dan berusaha menyesuaikan kehidupan
dengan merelakan tangan kiri yang akan dibuat lurus selamanya.
Namun Allah menampakkan kekuasaannya. Berbekal rekomendasi
dari seorang dosen, Nurul pun mencoba rumah sakit lain dan MasyaAllah, rumah sakit
itu mau memberikan penanganan walau tidak menjanjikan fungsi normal seperti
kondisi awal. Biaya yang harus dikeluarkan pun hanya sekitar 30 persen dari
biaya awal di rumah sakit sebelumnya.
Ramadhan tahun itu, Nurul masih ingat jelas bagaimana Nurul
sibuk dengan fisioteraphy paska
operasi. Nurul berseamngat walau harus merelakan rasa sakit yang teramaat saat
melakukaknnya. Beberapa bulan setelah fisiotheraphy
Nurul terserang penyakit vertigo. Indikasi awal karena trauma paska jatuh dan menyebabkan susunan tulang-tulang
keseimbangan di telinga yang terganggu. Nurul pun rutin mengunjungi rumah sakit
dengan biaya yang tidak sedikit. Obat untuk saraf cukup mahal dan Nurul tidak
memiliki BPJS kala itu. Beberapa bulan kemudian vertigo Nurul pun berkurang,
Dokter mengatakan bahwa vertigo bukan sebuah penyakit yang bisa sembuh karena ia
bisa kambuh dengan mudah. Dokter menyarankan untuk menjaga pola tidur, makan,
dan mengurangi aktivitas di depan komputer atau TV.
Setahun berlalu, ijazah yang masih tak terpakai nyaris tak
pernah di kirim kemanapun akhirnya mendapat tempat. Setelah melakukan berbagai
tes, Nurul pun diterima bekerja di sebuah Bank BUMD Syariah. Nurul bahagia
hingga menitikkan air mata. Namun sayang terburu-buru menandatangaini kontrak
kerja sukses membuat Nurul sedikit menyesal. Tak nyaman dengan kondisi luar
kota dan prinsip yang terluka. Nurul pun memutuskan untuk mengakhiri kontrak
kerja secara sepihak dan tentu saja memiliki konsekuensi tersendiri. Begitu
kembali ke kota Kembang, Nurul kembali mengalami cidera kaki kanan sehingga
harus di gips selama sebulan dan vertigo pun kembali menyapa.
Kondisi kesehatan yang semakin drop namun beruntung orang tua yang tidak banyak menuntut title
Sarjana Ekonomi cumlaude untuk
pekerjaan membuat Nurul selalu bersyukur memiliki orang tua yang selalu percaya
dan mendukung anaknya ini. Berpaling dari pekerjaan Nurul akhirnya memutuskan mencari kursus untuk
mengisi waktu luang dan jatuh pada kursus menjahit (bukan keterampilan bahasa
inggris atau komputer) Nurul memutuskan mengkuti kursus menjahit untuk melatih
kemampuan gerakan kepala yang terkana dampak vertigo. Selain itu menambah
kemampuan kinestetik yang menurun drastis paska kecelakaan. Di waktu yang sama
Nurul pun diterima bekerja sebagai pengajar bimbel untuk tingkat SD. Hahaha…
lucu,,, memang, Nurul sendiri kaget saat tes mengajar, penilai mengajar
menganggap sikap ekspresif Nurul menjadi cocok untuk mengajar anak SD. Dimulai
lah tahun pertama Nurul mengajar.
No comments:
Post a Comment